CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jumat, 28 Juni 2013

Belajar Membuat Jadwal Pelajaran Di Posting

ordered list

shedule for html course

  1. senin
    1. biokimia
    2. pemuliaan
    3. komputer
  2. selasa
    1. manejemen
    2. kuliah biokimia
    3. bahan pakan
  3. rabu
    1. dasar-dasar pemuliaan
    2. dasar-dasar menejemen
    3. fisiologi
  4. kamis
    1. fisiologi
    2. pengantar bahan makanan ternak
  5. jumat
    1. kewirausahaan
    2. pancasila
    3. pratikum kewirausahaan

Kamis, 27 Juni 2013

Definisi Pemuliaan Ternak



Pengertian Pemuliaan Ternak

Berdasar denotasi dan konotasi ilmu, pemuliaan  ternak adalah suatu cabang ilmu biologi, genetika terapan dan metode untuk peningkatan atau perbaikan  genetik ternak. Pemuliaan ternak diartikan sebagai  suatu teknologi beternak yang digunakan untuk meningkatkan mutu genetik. Mutu genetik adalah     kemampuan warisan yang berasal dari tetua dan moyang individu. Kemampuan ini akan dimunculkan   setelah bekerja sama dengan pengaruh faktor  lingkungan di tempat ternak tersebut dipelihara.

Pemunculannya disebut performans atau sehari-hari disebut sebagai produksi dan reproduksi ternak, contohnya antara lain produksi susu, telur, daging, berat lahir, pertambahan berat badan, berat sapih dan jumlah anak sepelahiran.        

Kemampuan genetik ternak, dapat juga disebut   kemampuan bereproduksi dan berproduksi, tidak dapat  dilihat, tetapi dapat ditaksir. Prinsip dasar pemuliaan ternak mengajarkan bahwa kemampuan  genetik di wariskan dari tetua ke anak, secara  acak. Diartikan bahwa tidak ada dua anak, apa lagi lebih yang memiliki kemampuan yang persis sama kecuali pada kasus  monozygote identical twin   (dua anak berasal dari satu sel telur).  Kemampuan tersebut selanjutnya akan dimunculkan dalam bentuk  produksi yang terukur di bawah faktor lingkungan    yang tertentu.

        Kemampuan genetik tersebut secara sederhana dapat digambarkan sebagai lingkaran kecil yang terletak di dalam lingkaran yang lebih besar. Lingkaran yang lebih besar adalah gambaran pemunculan kemampuan genetik di bawah lingkungan seluas daerah antara dua lingkaran tersebut. Apabila lingkaran   lingkungan kita perbesar pemunculan kemampuan genetik tidak akan dapat melampaui batas lingkaran besar. Hal ini disebabkan pemunculan kemampuan  genetik itu ada batasnya, yang dikontrol oleh banyak faktor. Setiap individu memiliki gambaran lingkaran kecil dan besar yang berbeda. Kalau faktor kontrol tersebut tidak ada maka seekor  kelinci akan dapat dibesarkan menjadi seekor sapi. Tidak demikian yang dimaksud dengan kemampuan genetik. Kalau lingkaran lingkarĂ n kita kecilkan,  maka pemunculan kemampuan genetik akan ikut mengecil.

Pada penerapan pemuliaan ternak hal yang pertama dikatakan pemborosan sedang peristiwa kedua dikatakan kebodohan. Masalah yang dihadapi dalam penerapan pemuliaan ternak, bagaimana dapat mengurangi pemborosan dan tidak menjalankan kebodohan. Masalah selanjutnya, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan untuk memunculkan kemampuan  genetik tersebut ?
Ada dua hal yang dapat dilakukan, yakni mengontrol pewarisan kemampuan genetik melalui seleksi dan sistem perkawinan. Selanjutnya diikuti dengan penyediaan faktor lingkungan yang sesuai sampai tingkat yang sebaik mungkin dan masih  menguntungkan secara ekonomis. Apa yang  tidak         mungkin dilakukan adalah memunculkan kemampuan   genetik di luar batas yang dimungkinkan.        

Pemuliaan ternak dapat ditinjau sebagai suatu metode, maka dalam mencapai tujuan memerlukan unsur-unsur pengamatan, percobaan, definisi, penggolongan, pengukuran, generalisasi, serta tindakan lainnya.  Selanjutnya metode tersebut juga membutuhkan langkah-langkah penentuan masalah, perumusan hipotesis, pengumpulan data, penurunan kesimpulan dan  pengujian hasil (Gie, 1984). Oleh karena itu pengembangan pemuliaan ternak memerlukan penelitian dan penerapan hasil penelitian yang berkelanjutan.  Siapapun yang tertarik akan meningkatkan peranan dan pemanfaatan pemuliaan ternak harus mulai dengan mendalami dasar dan prinsip teori genetika  terapan dan melanjutkan dengan penelitian serta penerapan hasil penelitiannya (Adjisoedarmo, 1977 –1991)
        
Peranan Pemuliaan Ternak
Dua tugas atau peran utama pemuliaan ternak  di bidang genetika adalah untuk mengetahui kemampuan genetik ternak dengan menggunakan catatan produksi. Kedua, meningkatkan potensi efisiensi gunakan seleksi dan sistem perkawinan. Peran tersebut tidak akan dapat berjalan sendirinya tanpa di      dahului atau secara bersamaan usaha perbaikan faktor lingkungan di tempat ternak dipelihara.

Peranan yang menonjol pemuliaan ternak dalam penyusunan kombinasi genetik adalah peningkatan  rerata produksi populasi dan generasi ke generasi berikutnya. Peningkatan tersebut misal berupa peningkatan produksi susu per laktasi, kadar lemak susu, berat lahir, pertambahan berat badan, berat  sapih, berat umur tertentu, jumlah anak sepelahiran,   berat karkas, kualitas daging, berat wol, diameter wol, ketebalan lemak, produksi telur, daya tetas serta ketahanan terhadap penyakit.

Berdasar pengembangan dan penerapan pemuliaan ternak maka peningkatan produksi ternak dilaksanakan lewat tiga strategi dan bermacam taktik. Tiga     strategi tersebut adalah peningkatan populasi, peningkatan produksi per individu atau rataan populasi dan stratifikasi penggunaan tanah yang meliputi ekstensifikasi, intensifikasi dan diversifikasi vertikal dan horizontal, serta rehabili  tasi. Berbagai macam taktik digunakan, antara lain perbaikan tatalaksana, program pencatatan produksi, penggunaan perkawinan silang, kawin tatar, penggunaan metode seleksi, teknik inseminasi buatan, penyerempakan birahi, alih janin dan yang paling mutakhir adalah rekayasa genetika.

Ternak di daerah tropik berbeda dengan di  daerah subtropik, umumnya berbentuk lebih kecil dan  produksinya lebih rendah (Mason dan Buvanendran, 1982). Pertanyaan yang dapat diajukan adalah - Apakah perbedaan tersebut karena faktor iklim apakah keadaan tersebut dapat diubah dengan pergantian ternak, atau pergantian cara pemeliharaan ?. Untuk dapat menjawab pertanyaan          tersebut maka diperlukan bantuan pemuliaan ternak lewat penelitian dan penerapan hasilnya.

Penelitian pemuliaan ternak khususnya seleksi,  pada dasarnya mempunyai tiga tujuan. Pertama, untuk  menguji teori seleksi, kedua mengumpulkan data parameter genetik, respons fisiologik yang selanjutnya digunakan untuk me nyempurnakan metode  seleksi. Ketiga, digunakan untuk membandingkan kriteria seleksi atau sistem perkawinan yang digunakan (Adjisoedarmo, 1976; Adjisoedarmo, 1989).

Contoh penerapan hasil penelitian dari  Fakultas Peternakan Unsoed yang telah disebar luaskan penggunaannya di pedesaan adalah Kalender          Reproduski domba dan kambing (Adjisoedarmo dan Amsar , 1983).   Kalender ini sudah digunakan di 300 kelompok  peternak domba dan kambing PPWP (Program Pengembangan Wilayah Propinsi)  Jawa Tengah, yang  tersebar di 145 desa, di 40 Kecamatan dan 7   Kabupaten (Demak, Jepara, Kudus, Pati, Rembang,     Blora dan Grobogan) dan telah disebarkan juga  di empat kabupaten di Propinsi Bengkulu    (Adjisoedarmo, 1989; Padmowiyoto, 1988). Hasil penelitian metode pengujian pejantan kambing untuk membandingkan keunggulan genetiknya, di bawah    kondisi pedesaan telah dilaporkan (Adjisoedarmo,  1991).

Istilah Penting Dalam Ilmu Peternakan



 ARTI JENIS, BANGSA, SLAG, TIPE, VARIETAS DAN STRAIN
DALAM PETERNAKAN

JENIS
      Masing-masing ternak merupakan kelompok tersendiri yang satu sama lain mempunyai perbedaan baik bentuk morphologis maupun fisiologisnya yang dalam zoologi disebut jenis atau species. Misalnya jenis sapi, kuda, ayam, dan sebagainya. Istilah jenis dalam peternakan mempunyai arti tersendiri yang agak berbeda pengertiannya dalam istilah jenis dalam zoologi umum.
      Dalam peternakan, istilah jenis dipergunakan untuk memberi nama sekelompok ternak yang mempunyai persamaan tanda-tanda pada bagian-bagian tubuh tertentu misalnya sama-sama mempunyai tanduk, sama-sama berparuh, dan sebagainya, dimana antara kelompok ternak tersebut yang jantan dengan betina satu sama lain bila dikawinkan dapat memberi keturunan. Diantara jenis ternak yang satu dengan yang lain sering terjadi persamaan yang sangat dekat yang hampir-hampir sangat susah untuk dibedakan misalnya setengah keledai (Equus heminous) yang mirip dengan kuda (Equus caballus) atau dengan keledai (Equus asinus). Juga bisa terjadi bahwa diantara dua jenis hewan yang dianggap berbeda bila diadakan perkawinan dapat memberikan keturunan (hal ini merupakan perkecualian) seperti kuda dengan keledai, itik dengan entok. Keturunan dari hasil perkawinan dua jenis hewan yang dianggap berbeda disebut hybrid.

BANGSA
      Bangsa atau ras adalah kelompok ternak yang merupakan bagian dari kelompok jenis yang memiliki sifat-sifat morphologis dan fisiologis yang sama/hampir sama dan dapat menurunkan sifat-sifat tersebut kepada keturunannya.
      Jadi titik berat ditekankan pada:
1.   Hewan sejenis,
2.  Persamaan sifat-sifat morphologis,
3.  Persamaan sifat-sifat fisiologis,
4.  Sifat tersebut dapat diturunkan.
Untuk penjelasan diberikan contoh sebagai berikut:
Ad 1.       Sapi dan kerbau tidak dapat dimasukkan dalam satu bangsa karena tidak sejenis.
Ad 2. Sapi Bali misalnya dapat digolongkan dalam satu bangsa, sebab pada umumnya mempunyai bangun yang sama, yaitu: bangun yang dalam, pendek, kurang lebar, kepala pendek dan agak lebar, gumba yang sangat memanjang kebelakang, tidak berpunuk, warnanya hampir semuanya merah/sawo matang pada yang betina dan coklat hitam pada yang jantan dengan warna putih pada kaki dan pantatnya.
Ad 3. Pada sapi Bali tersebut selain persamaan tersebut diatas dapat dikatakan semuanya adalah hewan potong yang baik, lambat dewasa, bukan penghasil susu yang baik, dan sebagainya.
Ad 4. Keturunannya memiliki sifat-sifat seperti induk dan bapaknya jika dibesarkan dalam lingkungan hidup yang sama atau tidak jauh berbeda dari lingkungan hidup induk-bapaknya.
Berdasarkan pengertian yang telah diuraikan diatas maka tiap-tiap jenis ternak terbagi atas beberapa bangsa dan bahkan berpuluh-puluh bangsa. Sebab-sebab yang dapat menimbulkan bangsa atau ras antara lain:
-                Karena pengaruh keadaan tanah, iklim, lingkungan hidup yang berbeda-beda. Lingkungan hidup disini ialah keadaan-keadaan yang mempengaruhi kehidupan ternak tersebut, misalnya makanan, perawatan, tujuan peternakan dan sebagainya. Hal ini dapat menimbulkan ras-ras lokal/asli, misalnya sapi Bali, sapi Madura, dan lain-lain.
-                Karena adanya usaha manusia yang dengan sengaja menternakan ternak-ternak asli untuk tujuan tertentu, misalnya untuk produksi susu, daging, dan sebagainya, dengan melakukan seleksi dan persilangan-persilangan terhadap ras-ras asli. Ras-ras baru yang terbentuk memenuhi persyaratan-persyaratan secara ekonomis. Misalnya sapi Santa Gertrudis, Brangus, dan sebagainya. Didalam ras, persamaan sifat-sifatnya masih terdapat dalam arti umum, tetapi seseorang yang berpengalaman dapat menujukkan perbedaan-perbedaan yang tampak diantara anggota-anggotanya kelompok suatu ras. Misalnya mengenai sifat fisiologis dengan memperhatikan catatan produksinya.
-                Perbedaan-perbedaan sifat yang terdapat dalam suatu ras disebut variasi. Variasi muncul disebabkan adanya mutasi, modifikasi, dan mutasi-modifikasi yang terjadi bersama-sama. Penyebab timbulnya variasi dalam sekelompok ternak dari suatu ras tidak mudah untuk ditentukan sehingga perlu adanya penelitian yang cukup lama dan seksama.

SLAG
      Pembagian dalam slag dilakukan berdasarkan perbedaan-perbedaan yang terjadi karena pengaruh lingkungan (daerah) sehingga di daerah yang satu terbentuk hewan-hewan di dalam ras yang sama tetapi memiliki tanda-tanda (sifat) yang khusus yang tidak terdapat pada hewan didaerah yang lain. Misalnya pada sapi Friesian Holstein (F.H) yang terdapat di daerah Belanda bagian tengah, yang warnanya belang merah dengan putih disebut MRI slag (Maas-Rijn dan Ijsel) yang berbeda dengan warna yang biasanya, yaitu belang hitam putih.

TIPE
      Pembagian jenis menjadi bangsa, untuk keperluan peternakan, kerap kali belum mencukupi sehingga timbullah pembagian-pembagian yang disebut dengan tipe. Pembagian kedalam tipe didasarkan atas kemampuan ternak yang bersangkutan dalam hal memproduksi suatu hasil atau jasa.
      Tipe suatu ternak selain dilihat dari macam produksi yang dihasilkan dapat pula dilihat dari bentuk anatomis/bentuk eksteriurnya. Ternak yang digolongkan dalam satu tipe bila menurut bentuk eksteriurnya menunjukkan adanya kesanggupan untuk dapat memproduksi suatu hasil yang sama. Misalnya pada sapi, sanggup memproduksi daging dengan kualitas yang baik dan persentase karkas yang tinggi serta cepat besar disebut sapi tipe potong/daging, sedangkan sapi yang sanggup memproduksi susu melebihi kebutuhan anaknya baik jumlah maupun lamanya disebut sapi tipe perah/susu.
      Contoh lain, pada ayam kita mengenal adanya ayam tipe petelur, pedaging, dan dwiguna. Pada biri-biri/domba terdapat tipe wool dan tipe pedaging.
VARIETAS
      Yang dimaksud dengan varietas pada bangsa hewan ialah sekelompok bangsa hewan yang secara umum mempunyai sifat-sifat persamaan, tetapi diantara sifat-sifat persamaan tersebut akan terdapat perbedaan tertentu misalnya: kalau kita teliti bangsa ayam Leghorn, maka akan kita lihat adanya perbedaan warna bulu putih dan coklat. Oleh karena itu, Leghorn yang berbulu putih digolongkan varietas White Leghorn, sedangkan yang coklat varietas Brown Leghorn. Demikian juga pada bangsa hewan yang lain.

STRAIN
      Strain adalah sekelompok hewan ternak yang mempunyai nilai ekonomi tinggi secara turun temurun. Kini dunia semakin maju, terlebih di dunia peternakan ayam, maju begitu pesat. Sehingga dewasa ini, adanya pengertian kemurnian bangsa dan varietas tidak lagi merupakan suatu keharusan dalam usaha ternak ayam. Artinya pemurnian bangsa dan varietas dari kelompok ayam mengenai bentuk tubuh, jengger, warna bulu dan lain sebagainya tidaklah begitu penting. Tetapi pengertian yang terpenting ialah nilai ekonomi produksi yang turun temurun. Sehingga dewasa ini banyak sekali kita dapati adanya suatu peternakan pembibitan (farm) yang bermunculan, satu sama lain hendak menciptakan strain unggul. Umpamanya, Leghorn strain Hy-line yang diproduksi oleh Breeding Farm Hy-line di USA.






Rabu, 26 Juni 2013

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan



TUGAS PANCASILA
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN


Disusun oleh
Nama             :     Hanis Nuraini                
NIM              :     C31120062
Golongan      :     A




JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2013


Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bangsa

Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir atau jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan bagi ‘yang menyandangnya’.
Yang menyandangnya itu di antaranya:
1.      Bidang Politik
2.      Bidang Ekonomi
3.      Bidang Social Budaya
4.      Bidang Hukum
5.      Bidang kehidupan antar umat beragama, Memahami asal mula Pancasila.
Kelima hal diatas, dijadikan pokok bahasan dalam tugas Pancasila ini.
I. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan.
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma.
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan.
Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolak ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional yang sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
a. susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas. Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
1. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan. Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
·         Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
·         Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan
·         Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan;
·         Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab;
·         Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah:
~ nilai toleransi;
~ nilai transparansi hukum dan kelembagaan;
~ nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);
~ bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).
2. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.
Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanya
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara. Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian materi ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesarbesar kemakmuran/kesejahteraan rakyat—yang harus mampu mewujudkan perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program kongkrit pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transparan, dan partisipatif. Dalam ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.
3. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab.
Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo
menjadi human. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua).
Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan – kebudayaan di daerah:
1.      Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
2.      Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
3.      Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;
4.      Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
5.      Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
4. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Tujuan bernegara Indonesia salah satunya adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara.
Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi,yaitu adanya perlindungan terhadap HAM, adanya susunan ketatanegaraan yang mendasar, dan, adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR—sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945. Hukum tertulis seperti UUD—termasuk perubahannya—, demikian juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila – sila Pancasila dasar negara).
Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung di dalamnya. Artinya, substansi produk hukum merupakan karakter produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi rakyat).

5. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama
Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional. Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia kita.
Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan karena ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara peristiwa yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat muslim, hal ini karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Masyarakat muslim di Indonesia memang terdapat beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga apapun yang diperbuat oleh umat Islam menurut sebagian umat non muslim mereka seakan-seakan merefresentasikan umat muslim.
Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
1.    Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas (ummatan wahidah).
2.    Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsi:
a.    Bertentangga yang baik
b.   Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c.    Membela mereka yang teraniaya
d.   Saling menasehati
e.    Menghormati kebebasan beragama.
Lima prinsip tersebut mengisyaratkan:
1)    Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi yang didasarkan atas suku dan agama;
2)   pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi musuh bersama. Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama” (Ronald Robertson, ed.) misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama.
Hal ini didasarkan pada postulat bahwa homogenitas agama merupakan kondisi kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang berlawanan bicara mengenai nilai-nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena politik, maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari kompromi.
Dalam beberapa tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia yang sejak semula bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang mencoba untuk membina kerunan antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga kehidupan sosial budaya seperti “Pela” di Maluku, “Mapalus” di Sulawesi Utara, “Rumah Bentang” di Kalimantan Tengah dan “Marga” di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti kerukunan umat beragama dalam masyarakat.
Untuk memperkokoh kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia yang saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog Vertikal. Dialog Horizontal adalah interaksi antar manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai saling pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang indeterminis dan interdependen.
Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal budi, yang kreatif, yang berbudaya.

Implementasi Pancasila sebagai Paradigma Kehidupam Kampus
Menurut saya, implementasi pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus adalah seperti contoh-contoh paradigma pancasila diatas kehidupan kampus tidak jauh berbeda dengan kehidupan tatanan Negara. Jadi kampus juga harus memerlukan tatanan pumbangunan seperti tatanan Negara yaitu politik, ekonomi, budaya, hukum dan antar umat beragama.
Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka sebagai makhluk pribadi sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia.
Unsur jiwa manusia meliputi aspek akal, rasa,dan kehendak. Sebagai mahasiswa yang mempunyai rasa intelektual yang besar kita dapat memanfaatkan fasilitas kampus untuk mencapai tujuan bersama.
Pembangunanyang merupakan realisasi praksis dalam Kampus untuk mencapai tujuan seluruh mahsiswa harus mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subyek pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Oleh karena itu hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi pembangunan pengembangan kampus itu sendiri.