JENIS-JENIS ENZIM
DALAM PRODUK INDUSTRI TERNAK
1.
Chymosin / Rennin (Pembuatan keju)
Chymosin (rennet hasil rekayasa genetika) dihasilkan
pada awal tahun1980 an dari mikroba (Escherichia
coli, Kluyveromyces lactis dan Aspergillusniger) yang direkayasa.Chymosin
adalah enzim yang berperan dalam merubah susu menjadi keju. Enzim ini dapat
digunakan untuk menghasilkan keju yang kualitasnya
sama dengan keju yang dihasilkan menggunakan rennet dari anak sapi yang
lebih baik dari pada jika menggunakan rennet dari jamur atauhewan selain
sapi
Enzim rennin atau Chymosin dapat menyebabkan pemutusan
sebuah ikatan tertentu yaitu ikatan peptida antara 105 dan 106 pada fenilalanin
dan metionin di K-Kasein yang merupakan substrat asli enzim ini. Muatan enzim
yang berlawanan dengan substrat dapat berinteraksi dengan enzim. Ketika
chymosin tidak mengikat substrat, beta-hairpin, kadang-kadang disebut sebagai
"the flap," bisa berikatan hidrogen dengan sisi aktif substrat, oleh
karena itu menutupi sisi aktif substrat itu dan tidak mengizinkan enzim yang
lain untuk berikatan dengan substrat.
Reaksi yang berlaku untuk susu yaitu terjadinya
hubungan spesifik antara hidrofobik (para-kasein) dan hidrofilik (Asam
glycopeptide) karena mereka berikatan dengan fenilalanin dan metionin. Kelompok
hidrofobik akan bersatu dan akan membentuk ikatan untuk menjebak fasa air dalam
susu. Produk yang dihasilkan adalah phosphocaseinate kalsium. Karena reaksi
ini, rennin digunakan untuk membentuk endapan yang banyak dan untuk pembentukan
dadih di dalam pembuatan keju. Rennin atau yang juga disebut chymosin merupakan
enzim industri sangat penting karena banyak digunakan dalam pembuatan keju. Di
masa lalu, rennin atau chymosin diekstraksi dari perut anak sapi untuk tujuan
pembuatan keju, tetapi industri pembuatan keju telah berkembang di luar kemampuan
pasokan perut sapi yang tersedia apalagi didapatnya harus dari sapi muda.
Karena kemampuan enzim rennin yang baik dalam
penggumpalan susu, enzim rennin menjadi pilihan utama yang diterapkan dalam
industri makanan. Terutama banyak digunakan untuk produksi keju. Untuk industri
pembuatan keju saat ini, Enzim Rennin dibutuhkan dalam jumlah besar. Oleh
karena itu, metode rekayasa genetik digunakan saat ini untuk mendapatkan jumlah
enzim yang lebih banyak tetapi dalam jangka waktu yang singkat.
v Reaksi yang terjadi pada pembuatan keju
Meskipun ada banyak cara untuk membuat berbagai jenis
keju, namun mekanisme umum membuat keju adalah sama. Rennin dalam pembuatan
keju memiliki peran yang sangat penting, yaitu pada saat pengerasan susu. Untuk
membuat rennin bekerja, diperlukan suhu susu pada rentang antara 20 hingga 40
derajat Celcius. Pada kondisi yang sesuai, rennin mulai bereaksi dengan kasein
(salah satu jenis protein yang ada dalam susu) untuk pengerasan susu. Ketika
rennin bertemu dengan kasein menurut teori lock and key, kasein bertemu dengan
rennin. Selanjutnya rennin memecah kasein membentuk paracasein. Dengan
penambahan kalsium pada paracasein terbentuklah kalsium paracaseinate. Kemudian
paracaseinate kalsium berikatan dengan air dan lemak susu mengakibatkan
mengerasnya susu. Selanjutnya, diketahui bahwa satu rennin dapat mengeraskan 10
hingga 15.000 bagian-bagian dari susu. Selain itu, ada dua jenis rennin yaitu
satu diperoleh dari sayuran, dan satu lainnya yang diperoleh dari hewan.
2. Selain itu terdapat empat type enzim yang
mendominasi pasar pakan ternak saat ini yaitu enzim untuk memecah serat,
protein, pati dan asam pitat (Sheppi, 2001).
v Xilanase: merupakan enzim yang mampu menghidrolisis ikatan
1,4-β yang terdapat pada hemiselulosa dalam hal ini ialah
xilan atau polimer dari xilosa dan xilooligosakarida. Menurut Singleton dan
Sainsbury (2001) xilanase dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat yang
dihidrolisis dan produk akhirnya, yaitu β-xilosidase, eksoxilanase, dan
endoxilanase.Hughes (2003) menyatakan bahwa xilanase mampu memecahkan
polisakarida non pati yang tidak dapat larut dalam gandum, yaitu xilan. Enzim
xilanase yang ditambahkan ke dalam ransum ternak unggas berbasis barley atau
gandum atau pollard berhasil menurunkan efek antinutrisi dari
polisakarida non pati. Enzim xilanase akan mengurangi viskositas cairan lambung
pada usus halus, sehingga memperlancar saluran pencernaan dan meningkatkan
penyerapan nutrisi. Xilanase juga merubah hemiselulosa menjadi gula sederhana
sehingga nutrisi yang awalnya terjerat dalam dinding sel hemiselulosa akan
dilepaskan dan dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Gula tersebut dapat dimanfaatkan
oleh tubuh, sehingga ayam akan mendapatkan energi yang cukup dari makanan
dengan jumlah yang lebih sedikit. Bedford dan Classen (1992) melaporkan bahwa
campuran pakan ayam broiler dengan enzim xilanase yang berasal dari T.
longibrachiatum mampu mengurangi viskositas pencernaan, sehingga
meningkatkan pertambahan bobot badan dan efisiensi konversi ransum. Pertambahan
bobot badan ayam pedaging yang diberi ransum basal pollard sebanyak
30% dengan suplementasi enzim xilanase 0,01% cenderung tumbuh lebih cepat
dibanding ayam pedaging yang memperoleh ransum lain. Ini membuktikan bahwa
enzim xilanase yang digunakan dalam penelitian ini lebih efektif apabila
digunakan pada pollard, yang diketahui mengandung lebih banyak
xilan/pentosan atau glukan dibanding dedak. Pemanfaatan enzim xilanase
juga telah dilakukan pada ayam petelur. Enzim xilanase dapat memberikan
pengaruh yang positif terhadap kualitas telur, meskipun tidak mempengaruhi
produksi telurnya. Penggunaan enzim xilanase (2000 U/kg; Avizyme 2300) dalam
ransum ayam petelur berbasis gandum (75-77% berat kering total) dapat
meningkatkan bobot telur dan putih telur serta meningkatkan kandungan putih
telur (Silversides et al., 2006).
v Enzim Pemecah Protein (Protease)
Berbagai bahan mentah yang digunakan sebagai
bahan pakan ternak mengandung protein. Terdapat variasi kualitas dan
kandungan protein yang cukup besar dari bahan mentah yang
berbeda. Dari sumber bahan protein primer seperti kedelai, beberapa
faktor anti nutrisi seperti lectins dan trypsin inhibitor dapat memicu
kerusakan pada permukaan penyerapan, karena ketidaksempurnaan proses
pencernaan. Selain itu belum berkembangnya sistem pencernaan pada hewan
muda menyebabkan tidak mampu menggunakan simpanan protein yang besar di dalam
kedelai (glycin dan ß-conglycinin).
Penambahan protease dapat membantu menetralkan
pengaruh negatif dari faktor anti-nutrisi berprotein dan juga dapat memecah
simpanan protein yang besar menjadi molekul yang kecil dan dapat diserap.
v Enzim pemecah Pati (amylase)
Jagung merupakan sumber pati yang sangat baik
sehingga para ahli gizi menyebutnya sebagai bahan mentah standard emas.
Sebagian besar ahli gizi tidak mempertimbangkan pencernaan jagung adalah jelek:
kenyataannya bahwa 95 % dapat dicerna. Namun hasil penelitian Noy
dan Sklan (1994) yang diacu oleh Sheppi (2001), pati hanya dicerna tidak lebih
dari 85 % pada ayam broiler umur 4 dan 21 hari. Penambahan enzim amylase
pada makanan ayam dapat membantu mencerna pati lebih cepat di intestin yang
kecil dan pada gilirannya dapat memperbaiki kecepatan pertumbuhan karena adanya
peningkatan pengambilan nutrisi.
Pada masa aklimatisasi, anak ayam sering
menderita shok karena perubahan nutrisi, lingkungan dan status
imunitasnya. Penambahan amilase, biasanya juga bersamaan dengan
penambahan enzim lain, untuk meningkatkan produksi enzim endogeneous telah
terbukti dapat memperbaiki pencernaan nutrisi dan penyerapannya.
v Enzim Pemecah Asam pitat (phytase)
Phospor merupakan unsur esensial untuk semua
hewan, karena diperlukan untuk mineralisasi tulang, imunitas, fertilitas dan
juga pertumbuhan. Swine dan Unggas hanya dapat mencerna Phospor dalam
bentuk asam pitat yang terdapat dalam sayur sekitar 30-40 %. Phospor yang
tidak dapat dicerna akan keluar bersama kotoran (feces) dan menimbulkan
pencemaran.
Enzim pytase dapat memecah asam pytat, maka
penambahan enzim tersebut pada pakan ternak akan membebaskan lebih banyak
phospor yang digunakan oleh hewan.
Enzime phytase banyak dikenal dapat menghilangkan
pengaruh anti nutrisi asam phitat. Penggunaan enzime phytase dalam pakan
akan mengurangi keharusan penambahan sumber-sumber fosfor anorganik
mengingat fosfor asal bahan baku tumbuhan terikat dalam asam phitat yang
mengurangi ketersediaannya dalam pakan. Padahal suplementasi fosfor anorganik
misalnya mengandalkan di calcium phosphate maupun mono calcium phosphate relatif
mahal belakangan ini. Di samping itu, fosfor yang terikat dalam asam phitat
yang tidak bisa dicerna sempurna oleh sistem pencernaan hewan monogastrik akan
ikut dalam feses dan menjadi sumber polutan yang berpotensi mencemari tanah.
Fosfor adalah tidak terurai dalam tanah sehingga dalam jangka panjang,
pembuangan feses dengan kandungan fosfor tinggi akan menimbulkan masalah bagi
tanah.
Terdapat dua keuntungan menggunakan phytase dalam
pakan ternak yaitu (1) pengurangan biaya pakan dari pengurangan suplemen P pada
makanan dan (2) pengurangan polusi dari berkurangnya limbah melalui feces.
Sumber Phytase
Phytase dapat dibagi menjadi 2 golongan besar
yaitu 6-phytase dan 3-phytase. Penggolongan ini berdasarkan pada tempat
awal molekul phytat dihidrolisis. 6-phytase umumnya ditemukan dalam
tanaman, sedangkan 3-phytase dihasilkan oleh jamur (mikroorganisme) (Dvorakova,
1998, diacu oleh Maenz, 2001).
Ø Phytase Tanaman
Hampir semua tanaman mempunyai aktivitas phytase
namun jumlah dan aktivitasnya sangat bervariasi cukup besar antar
tanaman. Eeckhout dan De Paepe (1994) telah mengevaluasi level phytase
pada 51 feedstuffs yang digunakan di Belgia dan menyimpulkan bahwa aktivitas
phytase terdapat pada biji sereal seperti rye, triticale, gandum, barley
sedangkan feedstuff lainnya termasuk kedelai mengandung aktivitas phytase yang
sangat rendah (Maenz, 2001). Kandungan P pada wheat untuk makanan unggas
berkisar 45 sampai 70 % (Barrier-Guillot et al, 1996, diacu oleh Maenz, 2001).
Lebih lanjut Barrier-Guillot et al., 1996) mengukur aktivitas phytase pada 56
contoh gantung yang tumbuh di Perancis tahun 1992 dan mendapatkan variasi
aktivitas phytase antara 206 sampai 775 mU per gram.
Studi yang dilakukan oleh Kemme et al., (1998)
diacu oleh Maenz (2001) terhadap degradasi asam pitat pada pencernaan babi
(pigs) menunjukkan bahwa, bila diberi makan jagung, maka tingkat degradasinya
adalah 3 %, phytase pada jagung 91 unit/kg, diberi makan campuran
jagung-barley, tingkat degradasinya 31 %, phytase pada campuran gandum-barley
342 unit/kg dan jika diberi makan campuran gandum-barley, tingkat degradasinya
47 %, kandungan phytase pada campuran ini adalah 1005 unit/kg. Studi ini
menunjukkan bahwa tingginya kandungan phytase pada gandum dan barley dapat
membantu meningkatkan tingkat kecernaan asam phytat pada hewan.
v Phytase Mikroorganisme
Enzime hydrolitik yang menguraikan asam phytat
dihasilkan oleh berbagai macam mikroorganisme. Dvorakova (1998) yang
diacu oleh Maenz (2001) mengatakan bahwa ada 29 jenis jamur, bakteri dan ragi
yang menghasilkan enzime phytase. Dari 29 jenis tersebut, 21 jenis
diantaranya menghasilkan enzime phytase extraceluler. Strain jamur Aspergilus niger menghasilkan
aktivitas phytase extraseluler yang tinggi (Volfova et al., 1994) yang diacu
oleh Maenz (2001).
2 komentar:
sabar ea ^_^
enzim ternyata banyak enzim yang berguna di bidang peternakan ya kak
Posting Komentar