TUGAS PANCASILA
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
Disusun oleh
Nama : Hanis
Nuraini
NIM
: C31120062
Golongan : A
JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2013
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bangsa
Pancasila
sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan,
kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir atau jelasnya sebagai sistem nilai
yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka
arah/tujuan bagi ‘yang menyandangnya’.
Yang
menyandangnya itu di antaranya:
1.
Bidang Politik
2.
Bidang Ekonomi
4.
Bidang Hukum
5.
Bidang
kehidupan antar umat beragama, Memahami asal mula Pancasila.
Kelima hal diatas,
dijadikan pokok bahasan dalam tugas Pancasila ini.
I. Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan.
Istilah
paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut
Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan
bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma.
Paradigma
adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok
persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin
berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain
seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian
berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan,
orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan
paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur,
parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan.
Dengan
demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan
segala hal dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai paradigma, artinya
nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan
tolak ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal
ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional yang sesuai dengan
kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan
negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan
apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara
termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Nilai-nilai
dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia
menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis
tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
a. susunan
kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
b. sifat kodrat
manusia sebagai individu sekaligus sosial
c. kedudukan
kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan
itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan
martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek
ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan
manusia secara totalitas. Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat
dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan
dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.
Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan
keamanan.
Pancasila
menjadi paradigma dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan.
1. Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia
Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku
politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia
maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu
menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai
paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Berdasar hal
itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV
Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada
asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara
berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan,
moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan. Perilaku
politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas
dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan
bermoral.
Pancasila
sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila
bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan
dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya
dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
·
Penerapan dan
pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan
ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
·
Mementingkan
kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan
·
Melaksanakan
keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep
mempertahankan persatuan;
·
Dalam
pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan
beradab;
·
Tidak dapat
tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan
(keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era
globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu
direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup
masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat
industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai
sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah:
~ nilai
toleransi;
~ nilai transparansi
hukum dan kelembagaan;
~ nilai
kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);
~ bermoral
berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).
2. Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan
paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan
ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem
ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan
kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada
moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang
berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku
makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.
Sistem ekonomi yang
berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang
tidak mengakui kepemilikan individu.Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan
sistem ekonomi liberal yang hanya
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
Pembangunan
ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas,
monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan,
ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara. Pancasila sebagai
paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat Pancasila;
sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi
Indonesia. Dengan demikian materi ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi
Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi
Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi
Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesarbesar
kemakmuran/kesejahteraan rakyat—yang harus mampu mewujudkan perekonomian
nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak lagi yang
seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat).
Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan
pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil, dan usaha
menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
Oleh sebab itu
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan
akan mampu mengembangkan program-program kongkrit pemerintah daerah di era
otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan
pemerataan pembangunan daerah.
Dengan
demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam
berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transparan, dan partisipatif.
Dalam ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperan
memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau
meningkatkan kepastian hukum.
3. Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada
hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat
dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam
sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial
budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi
manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan
manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan
dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab.
Manusia harus
dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo
menjadi human. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
menjadi human. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada
pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai
kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai
warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan
kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.
Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan
berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan
dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak
negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara
berimbang (Sila Kedua).
Hak budaya
komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak
asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang
sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman
kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah
pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah
dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga
ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan
dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Apabila
dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai
puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan –
kebudayaan di daerah:
1.
Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan
sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
2.
Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh
segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan,
kedaerahan, maupun golongannya;
3.
Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan
tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri
sebagai satu bangsa yang berdaulat;
4.
Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan
masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah.
Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang
mendahulukan kepentingan perorangan;
5.
Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi
landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.
4. Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Tujuan
bernegara Indonesia salah satunya adalah melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan
tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat
Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan
keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan
pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta (sishankamrata).
Sistem
pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan
sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah
dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala
ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran
atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada
dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat
(individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara
dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan
telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002
tentang pertahanan Negara.
Dalam
undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada
falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap
tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan
ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya
terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi,yaitu adanya
perlindungan terhadap HAM, adanya susunan ketatanegaraan yang mendasar, dan, adanya
pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai
dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD
1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif.
Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif.
Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi
negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR—sesuai dengan ketentuan Pasal 37
UUD 1945. Hukum tertulis seperti UUD—termasuk perubahannya—, demikian juga UU
dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila
– sila Pancasila dasar negara).
Dalam kaitannya
dengan ‘Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum (baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh
bertentangan dengan sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus
merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung di dalamnya.
Artinya, substansi produk hukum merupakan karakter produk hukum responsif
(untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi rakyat).
5. Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama
Bangsa
Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan
predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia
internasional. Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural.
Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin
kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia kita.
Namun
akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan karena
ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara peristiwa
yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat muslim, hal ini
karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Masyarakat muslim di
Indonesia memang terdapat beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga
apapun yang diperbuat oleh umat Islam menurut sebagian umat non muslim mereka
seakan-seakan merefresentasikan umat muslim.
Paradigma toleransi
antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama perspektif Piagam
Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
1.
Semua umat
Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas (ummatan
wahidah).
2.
Hubungan antara
sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas lain
didasarkan atas prinsip-prinsi:
a. Bertentangga
yang baik
b. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c. Membela mereka yang teraniaya
d. Saling menasehati
e. Menghormati kebebasan beragama.
Lima prinsip
tersebut mengisyaratkan:
1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara
tanpa diskriminasi yang didasarkan atas suku dan agama;
2) pemupukan semangat persahabatan dan saling
berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu dalam
menghadapi musuh bersama. Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari
Agama” (Ronald Robertson, ed.) misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan
politik muncul sebagai masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang memiliki
heterogenitas di bidang agama.
Hal ini
didasarkan pada postulat bahwa homogenitas agama merupakan kondisi kesetabilan
politik. Sebab bila kepercayaan yang berlawanan bicara mengenai nilai-nilai
tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena politik, maka pertikaian akan
mulai dan semakin jauh dari kompromi.
Dalam beberapa
tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia yang sejak semula bercirikan majemuk
banyak kita temukan upaya masyarakat yang mencoba untuk membina kerunan antar
masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga kehidupan sosial budaya seperti “Pela” di
Maluku, “Mapalus” di Sulawesi Utara, “Rumah Bentang” di Kalimantan Tengah dan
“Marga” di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti kerukunan umat
beragama dalam masyarakat.
Untuk memperkokoh
kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia yang saat ini sedang diuji
kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog Vertikal. Dialog
Horizontal adalah interaksi antar manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai
saling pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan pengakuan akan sifat
dasar manusia yang indeterminis dan interdependen.
Identitas
indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa posisi manusia
berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang bukan sebagai benda
mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal budi, yang kreatif, yang
berbudaya.
Implementasi
Pancasila sebagai Paradigma Kehidupam Kampus
Menurut saya,
implementasi pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus adalah seperti
contoh-contoh paradigma pancasila diatas kehidupan kampus tidak jauh berbeda
dengan kehidupan tatanan Negara. Jadi kampus juga harus memerlukan tatanan
pumbangunan seperti tatanan Negara yaitu politik, ekonomi, budaya, hukum dan
antar umat beragama.
Untuk mencapai
tujuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka sebagai makhluk
pribadi sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani
manusia.
Unsur jiwa
manusia meliputi aspek akal, rasa,dan kehendak. Sebagai mahasiswa yang
mempunyai rasa intelektual yang besar kita dapat memanfaatkan fasilitas kampus
untuk mencapai tujuan bersama.
Pembangunanyang
merupakan realisasi praksis dalam Kampus untuk mencapai tujuan seluruh mahsiswa
harus mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subyek pelaksana sekaligus
tujuan pembangunan. Oleh karena itu hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi
pembangunan pengembangan kampus itu sendiri.
9 komentar:
Sangat setuju dengan postingan diatas,,, :)
sangat bagus
Siip blognya, sangat bermanfaat
Terima kasih Infonya...
smoga blog ini tidak berhenti sampai di sini saja...
sabar ea ^_^
Wah,,, Bagus Ini blogNya,,, Kunjungannya jg ya di http://teguhbaguspribadi-fkh12.web.unair.ac.id/
terima Kasih :)
trima kasih dengan info artikel ini saya mudah mencari tugas saya (y)
nice info!!!!!! :)
mungkin anda suka ini:
http://bitbing.blogspot.com/
kunjungi juga website kami:
http://flatypo.net/
terima kasih :)
rodok apik titik
Posting Komentar